jump to navigation

Nasib Perkaderan [1] April 14, 2009

Posted by anditoaja in Pendidikan.
trackback

alphabet1

Apakah dunia perkaderan itu sebuah utopia?

“Perkaderan itu masa lalu. Kini saatnya kita fokus kepada kesejahteraan keluarga.”

Aku baru saja bertemu dengan seorang teman lama. Dia kini aktif wira-wiri di beberapa partai besar membuat seminar ini dan itu dengan rekan-rekannya di berbagai instansi dan LSM. Penampilannya sekarang lebih bersih dan terawat. Apa tujuan semua kegiatan tersebut? “Gini aja pak. Daripada dananya dimakan sama elite partai, lebih baik kita jadikan seminar. Syukur-syukur ada peserta yang dapat hidayah dan berubah jadi baik.”

Dulu kita sama-sama aktif mengelola kajian di lingkungan mahasiswa se-Indonesia, sama-sama memaki praktik feodalisme, kapitalisme, militerisme dan oligarki di negeri ini. Seiring perjalanan waktu, kita berdua terpisah oleh kesibukan kantor masing-masing, saling tukar ide pun terputus. Kita bertemu lagi saat ia mengundangku pada sebuah acara dialog publik.

Kita membahas dunia perkaderan mahasiswa ketika aku cerita baru saja mengisi sebuah training mahasiswa di Kadungora, Garut. Sobatku ini, yang berhalangan datang karena jadwalnya bentrok dengan seminar pemprov di Pontianak, mengeluh tentang mentalitas para aktivis mahasiswa yang kian rusak. Mereka ingin mudah dan enaknya saja tanpa mau berproses, apalagi berkeringat dan berdarah-darah.

Katanya, selama organisasinya tidak dibersihkan dari orang-orang seperti itu, maka mentalitas kader mendatang akan tetap berprilaku instan, pragmatis, dan politis. Betapapun baiknya kurikulum yang ada tetap saja tidak akan mampu menghasilkan kader yang tangguh, profesional, militan apalagi ideologis. Semua materi ‘bagus dan baik’ tidak akan sampai ke tulang sumsum, melainkan tersumbat di tenggorokan saja.

Dengan semua kondisi ini, ia mengajakku untuk berpikir lebih realistis. “Perkaderan itu masa lalu. Kini saatnya fokus kepada kesejahteraan keluarga. Itu lebih wajib kita urus.”

Batinku bertanya, apakah perkaderan itu bukan realitas? Sejak kapan manusia bisa lepas dari perkaderan? Apakah perkaderan yang dilakukan oleh mahasiswa hanyalah mainan semu yang akan berubah bentuk dan nilainya setelah ia menjadi pegawai atau pengusaha dan merit dan beranak? Ataukah ada miskonsepsi dalam memaknai perkaderan selama ini? Jangan-jangan, munculnya gugatan batin ini karena kita belum merasakan dan melampui ‘kesejahteraan’ itu… [andito]

 

Komentar»

1. usang - April 30, 2009

bang mungkin aku salah satu orang yang daya imunitas-nya menurun ,tatkala dihadapkan dengan urusan duniawi semacam itu, mudah-mudahan diampuni, mohon do’anya semoga penyakit ini tidak menular, aku ingin sembuh, beri aku obat yang mujarab.
makasih
makasih
makasih

wasalam -usang -garut

2. halim - Mei 23, 2009

klo saya bang perkaderan dan segala turunannya tidak akan hilang dan tercerabut, dari waktu 24 jam sehari kita pakai memang ada saatnya kita fokus, sambil secara paralel menyiapkan dan melanjutkan niat dari awal bergerak di perkaderan, krn tiap gerak butuh tenaga

3. 134t - Juni 5, 2009

terkadang seseorang tidak sadar apa yang diperbuatnya juga hasil dari sebuah proses perkaderan yang dijalaninya. seorang kader tidak akan lepas dari yang namanya perkaderan.kesejahtraan yang kita miliki juga hasil dari aplikasi perkaderan yang kita jalankan sehingga kita tau gabaimana mencari sebuah kesejahtraan.

4. ozan - Oktober 10, 2009

Saya sepakat bang, lo belakangan ini mental mahasiswa sudah berubah berlahan. Kesejahteraan masa depan yang menurut anggapn saya membauta mereka takut untuk ikut mengambil peran mencerdaskan umat. kalaupun yang ada “yang konsen” masih perlu di upgrad mental keikhlasannya.


Tinggalkan komentar